Senin, 30 Juli 2012

#4 #365harimenulis "Segelas teh hangat untuk berbuka.."


Sore itu saya janjian untuk berbuka bersama teman-teman saya di sekitaran Cikini - Taman Ismail Marzuki. Badan yang memang sedikit kecapekan karena kurang tidur beberapa hari ini, sangat mengganggu aktivitas sore hari ini. Setelah bersiap-siap, akhirnya jam 5 lebih dikit saya meluncur dari sekitaran Tebet menggunakan motor saya.

Cuaca sore hari tadi cukup mendukung untuk menambah lapar dan dahaga orang yang berpuasa, angin sepoi-sepoi, meskipun ya Jakarta memang masih selalu macet setiap harinya. Saya memacu motor saya dengan santai, pelan-pelan melewati beberapa titik kemacetan disekitar jalan Saharjo - Soepomo. Macet yang terjadi di sekitar bawah flyover hotel Harris saya lewati dengan senyum-senyum sambil mendengarkan album demo Vox yang terbaru, sedikit menyanyi-nyanyi pelan juga saya lakukan sambil menyetir motor ini.

Mood yang lagi senang riang gembira (duilehhh bang) tiba-tiba saja berubah drastis sewaktu melewati sekitaran Vicky Sianipar - Manggarai. Motor saya yang memang sudah lama blum diservis pun mulai memberikan cobaan bagi saya sore itu. Rantai motor saya lepas, off track dari jalur gearnya, sebuah hal yang sering terjadi akhir-akhir ini pada motor saya. Tetapi klo hanya lepas saja, saya pasti bisa membetulkan lagi dan tidak sampai kehilangan mood yang riang gembira ini. Ternyata sampai saya betulkan pun motor ini masih saja tidak mau jalan, fak!!! ternyata daleman gear motor saya yang rusak, dan saya harus mencari bengkel yang kebetulan nih, agak jauh dari daerah Vicky Sianipar.

Yah, mungkin tidak usah saya jelaskan lebih detail apa yang terjadi dengan motor saya~

Setelah menghubungi beberapa teman kontrakan saya untuk meminta bantuan, saya teringat bahwa waktu magrib sebentar lagi, yang berarti saya harus secepatnya mencari minuman untuk membatalkan puasa hari ini. Terlihatlah warung rokok tidak jauh dari tempat motor saya ngadat, dengan gerak santai saya mendorong motor kearah warung yang keliatan sepi-sepi aja ini.

Si ibu penjaga warung pun terlihat sedang memasak tahu isi untuk jualan berbuka, dan saya pun lalu memesan segelas teh manis hangat dan sebungkus rokok untuk teman berbuka sore ini. Dengan ramah si ibu berkata, "buka nya sebentar lagi kok de', ibu masak gorengan dulu ya buat jualan". "Baiklah bu, silahkan, saya juga lagi nunggu teman saya datang menjemput kok bu. Lagian blum waktunya untuk berbuka juga kan" timpal saya. Si ibu manggut-manggut aja sambil melayani 2 pengendara motor yang terlihat pengin si ibu cepat-cepat melayani, karena dia ingin cepat-cepat berangkat lagi mengejar buka puasa dirumah. Saya pun berfikir, ngga mungkin juga orang-orang ini mau berbuka di rumah, toh buka juga tinggal sekitar 5 menit lagi, ada-ada aja toh mas ini, mentang-mentang dia pembeli kok pesennya pakai nada tinggi. Si ibu pun melayani dengan senyum-senyum aja, yah mungkin itu yang harus dilakukan, dia menjual dengan senang hati.

Adzan pun berkumandang~

Ibu tersebut dengan sigap menyiapkan teh hangat saya, dan menyodorkan jualan tahu isi hangatnya di piring. "Ini dek, udah waktunya buka puasa sekarang" kata si ibu. Dengan cepat pun saya langsung menyeruput teh hangat itu, dan mencomot tahu isi hangat itu (langsung tancap gas pol).

Ternyata, dan memang benar, teh hangatnya enak sekali, meskipun merk nya juga sama kayak yang ada di dapur kontrakan saya, tapi saya ngga pernah bisa bikin seenak ini. Apa karena memang berkah puasa jadi nikmat menikmati minuman pun terasa enak sekali. Hah, mungkin hanya sedikit pemikiran saya, lebih baik melanjutkan sambil memakan tahu isi dan membakar sebatang rokok yang dibeli tadi.

Beberapa saat pun orang-orang mulai berdatangan ke warung itu, langsung mengambil tahu isi yang habis selesai digoreng tadi. Ternyata ibu ini kenalan orang-orang sekitar situ banyak juga, banyak supir bajaj, supir taksi, yang mampir untuk berbuka puasa disana, dan ternyata memang mereka sudah sering beristirahat di warung itu disela kesibukan hariannya. Hal itu terdengar dari beberapa pembicaraan mereka yang memang keliatan sudah sering sekali ketemu dan nongkrong disitu.

Ya, akhirnya mata saya pun terbuka, hal-hal inilah yang sering saya jumpai di Surabaya dan Jogja, tapi jarang sekali terlihat di Jakarta. Dimana orang-orang lebih suka nongkrong di warung-warung pinggir jalan, mungkin karena harganya memang sangat-sangat terjangkau, tapi juga jajanan yang dijajakan pun sangat merakyat. Memang, saya pun akhir-akhir ini lebih memilih untuk berbelanja di warung-warung kecil daripada di minimarket atau toko-toko grosir berlabel luar. Bukan hanya karena tempatnya lebih gampang dijangkau, dan memang pilihannya sangatlah terbatas, tapi juga karena memang cara inilah yang digunakan oleh orang-orang (kebanyakan masyarakat kecil) untuk memutar uang, dan juga interaksi sosial sesama tetangga atau apapun. Tidak harus seperti di minimarket atau grosiran, pilih-pilih - bayar - pergi saja, interaksi juga hanya terjadi di lingkup meja kasir saja. Namun toko-toko / warung-warung tradisional ini lebih mengakrabkan kita sebagai sesama umat manusia menurut saya, dari hal interaksi antar sesama, jajanan pasar yang biasanya adalah bikinan sendiri bukan makanan atau minuman kemasan. Harga nya pun juga sangat terjangkau jika dibandingkan dengan rasa dan cara penyajiannya.

18:30~

Akhirnya teman saya Oni datang juga menjemput saya di warung itu. Dengan santai dan tanpa antiran kasir, saya membayar ke ibu itu. 20 ribu, harga yang cukup murah untuk teh hangat, 4 tahu isi, dan sebungkus marlboro.

Sekian~

Cikini, 30 Juli 2012, 21:26

ps :

Sebaiknya kita mulai lebih sering lagi berbelanja di warung-warung tradisional. Kurang-kurangilah berbelanja di minimarket atau toko grosiran. Karena banyak hal yang mungkin tidak pernah kita tahu atau kita lihat, bisa saja terjadi di warung-warung rokok maupun warkop pinggir jalan :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar